Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Patung dan Taman Gajah dalam Kenangan

Setiap kali melintas di jalan Metro Tanjung Bunga (Makassar), lalu melihat patung gajah yang berdiri dalam kesendirian di tengah ingar-bingar kota, setiap kali itu pula kenangan akan Taman Gajah, muncul dalam ingatan saya. 

Sebagai generasi 90-an yang lahir dan tumbuh di Makassar, keberadaan patung gajah tersebut menyimpan kenangan tentang Taman Gajah sebagai bagian dari kawasan wisata Pantai Losari zaman dulu.

Patung dan Taman Gajah di Losari

taman gajah di losari
source: idntimes.com

Dulunya, patung gajah itu tidak sendirian. Seingat saya ada patung hewan lain seperti macan, buaya, dan rusa yang menjadi bagian dari Taman Gajah di Makassar. Nama sebenarnya Taman Safari, tetapi lebih sering disebut Taman Gajah.

Taman Safari (Makassar) memang berbeda dengan taman safari pada umumnya. Tidak ada hewan asli beserta pawangnya, melainkan hanya berupa kumpulan beberapa patung hewan. Meski hanya berupa patung (replika), itu saja sudah cukup untuk menjadi hiburan tersendiri bagi warga Kota Makassar pada saat itu.

Masih dalam kawasan yang sama, tidak jauh dari Taman Safari tersebut, ada wahana permainan seperti ayung-ayung (ayunan), lucur-lucur (perosotan), dan tongkang-tongkang (jungkat-jungkit) yang memanjakan anak-anak dan orang tua saat mengisi akhir pekan. 

Jika belakangan aktivitas berolahraga dan sejenisnya di kawasan Pantai Losari setiap hari Minggu, yang dimulai sejak pagi-pagi buta disebut car free day, sejak dulu hingga sekarang, saya lebih sering mendengar dan menyebutnya dengan istilah “jalan-jalan subuh”. Mungkin karena saya tinggal tidak begitu jauh dari Pantai Losari dan untuk ke sana memang bisa dilalui dengan jalan kaki.

Terkait wahana permainan di Taman Safari, dulu ada rumor yang beredar di lingkungan tempat tinggal saya tentang perosotan. Satu dari dua perosotan yang ada di Taman Safari konon katanya pernah memakan korban. 

Dari cerita yang beredar, katanya ada yang pernah sengaja menaruh pisau silet di papan perosotan dan membuat paha seorang anak kecil luka parah. Gara-gara rumor tersebut, kami (saya dan anak-anak di lingkungan tempat tinggal saya) tidak pernah lagi mau main perosotan di tempat tersebut.

Berbicara tentang Pantai Losari, tentu tidak bisa lepas dari Pisang Epe’. Meski samar, seingat saya pernah ada masanya makan pisang epe’ di Pantai Losari tidak selalu harus duduk di kursi seperti yang berlaku saat ini. 

Dulu, ada tanggul pantai yang sering dimanfaatkan sebagai meja sekaligus kursi. Kadang, ada juga pengunjung yang melintasi tanggul untuk menikmati langsung sentuhan air laut. Berkat jejeran gerobak Pisang Epe’ (yang juga menyediakan menu lainnya seperti aneka jus), kawasan Pantai Losari dinobatkan jadi restoran terpanjang di dunia. Pemandangan Pantai Losari yang melekat (meski samar) dalam ingatan saya, bisa disaksikan di YouTube dalam video musik lagu Pantai Losari, yang dinyayikan oleh Anci Laricci.

Dulu, kafe-kafe bertenda yang memenuhi kawasan Pantai Laguna (masih di sekitar Pantai Losari) juga pernah jadi langganan anak muda Makassar saat mengadakan bazar. Seingat saya, kafe-kafe di sana dulu pakai nomor (selain nama) sebagai identitas. Ada juga lampu warna-warni dan hiasan-hiasan tambahan lainnya yang memeriahkan kafe.

Ya, hampir dari semua yang saya tuliskan di atas, memang hanya sebatas dulu. Banyak yang sudah berubah. Bahkan patung gajah yang tersisa sebagai bagian dari Taman Safari pun sudah berubah warna. Yang dulunya berwarna abu-abu, persis seperti warna Gajah sungguhan, saat ini sudah berubah warna menjadi warna putih.

Meskipun perubahan itu memang tidak selalu buruk, tetapi mengenang manisnya masa lalu juga terkadang jadi satu hal yang sulit untuk dielakkan.

Pantai Losari memang sudah banyak berubah dan Patung Gajah jadi salah satu saksinya.


Author: UtamyyNingsih


Han
Han Lebih suka dipanggil Han ketimbang Lohan. Menikmati sebagai penuntut ilmu sejati. Blogger cupu yang punya mimpi seperti bos kapanlagi

Post a Comment for "Patung dan Taman Gajah dalam Kenangan "