Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Patane, Kuburan di Toraja yang Bentuknya Menyerupai Rumah

Ketika mendengar atau membaca kata Toraja, maka hal yang biasanya terlintas di pikiran seseorang adalah keindahan alam dan keunikan budayanya. Ya, Toraja memang terkenal dengan rambu solo’. Upacara kematian yang terdiri dari serangkaian prosesi adat.

Di Toraja, makam atau pekuburan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Gua yang berisi peti mati dengan tengkorak dan tulang-belulang manusia yang ada di sekitar gua, menjadi pemandangan yang...ngeri-ngeri indah.

Patane, Kuburan di Toraja

patane

Selain gua, orang-orang Toraja juga punya patane. Kuburan berbentuk bangunan yang menyerupai sebuah rumah. Patane yang sama seperti kuburan lainnya di Toraja (berisi peti mati/peti mayat), disebut juga dengan banua tang merambu. Banua artinya rumah, tang artinya tidak, merambu artinya berasap. Banua tang merambu berarti rumah yang tidak berasap. Secara harfiah diartikan juga sebagai rumah yang sudah tidak ada kehidupan di dalamnya.

Patane itu sendiri berupa makam atau kuburan keluarga. Jadi setiap rumpun keluarga pada umumnya sudah punya patane masing-masing. Untuk mengetahui sebuah patane itu milik rumpun keluarga siapa, biasanya di bagian depan ada nama leluhur (nama nenek/kakek) atau nama orang yang menghuni patane tersebut. Ada juga yang meletakkan foto orang meninggal yang ada di dalam patane dan ada juga yang meletakkan/memajang tau-tau (patung/replika orang yang sudah meninggal).

Bentuk dan ukuran patane juga macam-macam. Tidak ada aturan pasti bahwa sebuah patane itu harus seperti apa besarnya. Ada yang minimalis, ada juga yang luas banget. Di kampung ibu saya, ada bahkan patane yang ukurannya jauh lebih besar dan luas dibandingkan rumah saya di Makassar, wqwqwq.

Ketika di Toraja, saya selalu antusias kalau diajak ziarah ke patane. Patane keluarga saya di kampung itu letaknya ada di atas bukit. Jadi, kalau mau ke sana harus sedikit mendaki. Nggak terjal sih, tapi tetap saja kadang bikin capek juga, wqwqwq.

Untungnya, di sepanjang jalan menuju patane itu pemandangannya keren banget. Keren tapi bikin merinding juga sih sebenarnya. Kadang, dengar suara angin saja, saya sudah takut sendiri, hahaha.

Setiap kali ke patane, saya juga suka kalau nenek saya ngomong kepada para penghuni patane. Ceritanya lagi ngobrol. Apa saja dibahas. Kadang cerita tentang masalah keluarga juga. Padahal ya nenek saya itu cuma ngomong sendiri. Harusnya memang begitu sih, kan justru ngeri kalau sampai yang di dalam patane malah nyaut.

Ketika ziarah itu, kami juga bawa “oleh-oleh”. Biasanya ada permen, sirih, rokok, kue, kopi, teh, tuak, kalau di dalam patane ada anak kecil, kami juga biasanya bawa susu, dan lain sebagainya. Ada juga sih yang biasanya bawa uang.

Nah, paling horor kalau nenek sudah meminta para penghuni patane untuk “bangun”, menikmati apa yang sudah kami bawa. Itu kalau yang di dalam beneran bangun kan repot, yah? Tapi tentu saja, bukan seperti itu maksud nenek. Maksudnya tuh yah rohnya gitu yang dipersilakan untuk menikmati. Sekadar basa-basi aja gitu ceritanya.

Meskipun patane itu adalah kuburan, tetapi ada juga orang yang nggak ada takut-takutnya sama sekali. Bahkan bisa dibilang nekat. Pernah ada kejadian, pintu patane dirusak sama orang yang tidak diketahui. Peti yang ada di dalam patane letaknya jadi berubah. Miring-miring gitu. Kelihatan banget ada orang yang habis ngegeser. Orang itu sih diduga mau mencuri barang berharga yang ikut dimasukkan ke dalam peti orang yang sudah meninggal.

Di dalam peti mati itu memang biasanya barang berharga atau barang kesayangan orang yang meninggal, ikut dimasukkan. Barang yang ikut dimasukkan bisa apa saja; bisa baju, emas, hape, sepatu, pokoknya macam-macamlah. Sepupu saya ada tuh yang helm kesayangannya yang dia pakai waktu kecelakaan—kemudian meninggal—, ikut dimasukkan ke dalam peti.

Ketika mendengar cerita orang yang mau mau mencuri di patane tersebut, saya benar-benar takjub. Saya tuh ke patane aja nggak berani lama-lama. Lah, ini kok bisa sampai mau mencuri? Ngeri sendiri saya.

Jadi, kalau teman-teman berkunjung ke Toraja kemudian melihat ada bangunan yang mirip kayak rumah,tetapi nggak ada jendela, cuma ada pintu, itu pun pintunya tertutup rapat, bisa jadi itu patane, yah.

Jangan heran kalau sudah capek-capek ngetuk, tetapi nggak ada orang yang keluar. Justru, kalau ada penghuninya yang keluar, kalian mungkin bisa pipis di tempat, hahaha.

Author : Utamyyningsih

 

Han
Han Lebih suka dipanggil Han ketimbang Lohan. Menikmati sebagai penuntut ilmu sejati. Blogger cupu yang punya mimpi seperti bos kapanlagi

1 comment for "Patane, Kuburan di Toraja yang Bentuknya Menyerupai Rumah"

  1. Jadi, kalau ke Toraja harus paham dan bisa membedakan jadinya ya kak antara pemukiman warga beneran dan ... ya

    ReplyDelete