Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review Film Gara-Gara Warisan, Udah Nonton?

Beberapa waktu yang lalu, saya pernah sedikit menyinggung perihal betapa besarnya peran layanan OTT atau aplikasi nonton film secara legal terhadap industri perfilman. Baik itu dari sisi mereka yang terlibat dalam suatu film maupun dari sisi penonton. 

Pasalnya, di berbagai layanan OTT yang ada, sudah tersedia sederet film yang pernah tayang di bioskop. Salah satu contohnya, film Gara-Gara Warisan yang beberapa hari lalu, sudah bisa ditonton di Disney+. Jadi, bagi yang nggak sempat nonton di bioskop, bisa langsung melipir ke Disney+.

Disutradarai oleh Muhadkly Acho—seorang stand up comedian dan penulis naskah untuk film Kapal Goyang Kapten—film Gara-Gara Warisan tampil sebagai film yang menggabungkan antara drama keluarga yang menyentuh dengan genre humor.

review film gara-gara warisan
source: imdb

Sinopsis Film Gara-Gara Warisan

Gara-Gara Warisan dibuka dengan mengajak kita mengenal keluarga Pak Dahlan (Yayu Unru), seorang pemilik dan pengelola guest house. Di rumah, ia tinggal bersama istrinya, Bu Salma (Lydia Kandou) serta tiga anak mereka. Saat anak-anak mereka sudah memasuki usia dewasa, Bu Salma meninggal karena penyakit kanker.

Alur cerita kemudian melanjutkan perjalanannya dengan membawa kita mengunjungi kehidupan tiga anak-anak Pak Dahlan, secara bergantian.

Pertama ada Adam (Oka Antara), anak sulung yang sejak kecil sudah menyimpan rasa kecewa karena merasa tidak diperlakukan adil oleh bapaknya. Saat masih kecil, cita-cita adam menjadi pemain bola, kandas karena ditentang oleh bapaknya sendiri. Dalam versi dewasa, Adam bekerja sebagai customer service dan menikah dengan Rini (Hesti Purwadinata) lalu memiliki satu anak laki-laki.

Selanjutnya ada Laras (Indah Permatasari), anak tengah dan perempuan satu-satunya yang belum benar-benar bisa menerima kenyataan bahwa bapaknya menikah lagi setelah ibunya meninggal. Rasa tidak terima itu yang kemudian membuatnya tidak suka pada Bu Astuti (Ira Wibowo), ibu tirinya. Sehari-hari, Laras mengabdikan diri dengan cara mengelola panti wreda bersama Benny (Ernest Prakasa).

Yang ketiga ada Dicky (Ge Pamungkas), anak bontot kesayangan Pak Dahlan. Dibanding dua kakaknya, kehidupan Dicky terbilang yang paling berantakan. Bersama Vega (Sheila Dara), ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengonsumsi narkoba dibanding menjadi musisi, profesi yang ia akui sebagai bagian dari dirinya.

Secara utuh, keluarga Pak Dahlan memang complicated. Ketiga anaknya menghadapi masalah yang sama, kesulitan ekonomi. Masalah personal dengan anggota keluarga lainnya pun hadir untuk memperkuat gambaran betapa kacaunya hubungan keluarga yang sekilas tampak harmonis.

Hingga kemudian, Pak Dahlan jatuh sakit. Ia meminta anaknya untuk mengelola guest house yang selama ini menjadi sumber pendapatan keluarga. Dalam menentukan siapa yang nantinya menggantikan posisi Pak Dahlan, ia ingin ketiga anaknya bergantian mengelola guest house. 

Menariknya, yang menentukan siapa yang benar-benar akan mengelola guest house nantinya bukanlah Pak Dahlan, melainkan keempat karyawan guest house; Wiwin (Aci Resti), Ijul (Lolox), Aceng (Ence Bagus), dan Umar (Dicky Difie).

Dalam proses kompetisi itulah, film Gara-Gara Warisan mulai memanas dan tampil menggigit. Hingga sampai ending, problematika keluarga Pak Dahlan dengan tambahan konflik baru yang muncul, berusaha menggugat perihal bagaimana makna keluarga bagi anggota keluarga itu sendiri.

Review Film Gara-Gara Warisan

Cerita tentang perebutan harta warisan memang bukanlah tema baru dalam sebuah film. Dalam dunia sinetron, cerita semacam itu bahkan bisa hadir setiap hari. Namun, yang membuat film Gara-Gara Warisan tidak menyebalkan adalah karakter yang memperebutkan warisan tidak ditampilkan semata hitam ataupun putih. 

Tidak ada yang benar-benar bersih, pun tidak ada yang menjalankan cara “kotor”. Ketiga anak Pak Dahlan tampil sebagai manusia yang sebagaimana adanya; punya cara sendiri dalam mencapai tujuan, tetapi tetap dalam koridor yang “aman”.

Film ini memang bukan sekadar ingin menampilkan keluarga harmonis yang kemudian hancur berantakan karena berebut warisan. Keluarga Pak Dahlan sudah berantakan sejak awal film ini dimulai. Ada pemaknaan keliru tentang cara menebus kesalahan dari pola pikir Pak Dahlan. 

Ia ingin menebus kesalahan kepada Dicky, tetapi dalam waktu yang bersamaan ia menjadi ayah yang tidak berlaku adil kepada Adam.

Menarik sekali melihat bagaimana film ini keluar dari sudut penceritaan tentang justifikasi bahwa kesalahan orang tua bisa diterima karena ada alasan “demi kebaikan anak” di baliknya. Pak Dahlan dengan kekeliruannya memaknai “menebus kesalahan” menjadi gambaran bahwa orang tua pun adalah manusia biasa yang bisa salah, benar-benar salah, tanpa pembenaran.

Moment pecah tangis yang diawali oleh tayangan video Pak Dahlan, terbilang mampu mengaduk-aduk perasaan. Semua tokoh yang terlibat, menumpahkan seluruh emosi yang ada. Penyesalan dan pemohonan maaf seorang ayah dan bagaimana anak yang sudah siap menerima segala yang telah terjadi, menjadi titik awal lembaran baru sebuah keluarga yang saling mengekspresikan kasih sayang.

Bahkan, jika mau ditelisik lebih jauh, perbedaan strategi antara ketiga anak Pak Dahlan merupakan komponen penting dalam memajukan bisnis guest house. Hal ini pun menjadi poin penting yang patut dicatat sebagai nilai plus dari film ini.

Sayangnya, film ini justru belum maksimal ketika menghadirkan konflik baru yang dimunculkan sebagai jalan menuju klimaks. Peralihan dari keributan besar menjadi konflik yang lebih menggitit masih terasa “mentah” untuk bisa dinikmati dengan nyaman.

Selain itu, yang juga terasa kurang atau katakanlah tidak sesuai porsi dari film ini adalah sisi humornya yang di beberapa bagian tidak tersampaikan dengan alami. Semacam terlalu dipaksakan untuk terasa lucu. Salah satunya adalah adegan tamu guest house yang ketahun “nyolong”. 

Entah kenapa, saya merasa akting Aci Resti terlalu too much pada bagian itu. Yang kebanyakan berhasil melucu bagi saya dalam film ini justru Hesti Purwadinata yang muncul sebagai selebgram abal-abal.

Bagi kalian yang penasaran dengan film ini, silakan berselancar di Disney+ Hotstar, ya. Selamat menonton!

Baca juga ulasan film Indonesia lainnya di sini ya.

Author : UtamyyNingsih

Han
Han Lebih suka dipanggil Han ketimbang Lohan. Menikmati sebagai penuntut ilmu sejati. Blogger cupu yang punya mimpi seperti bos kapanlagi

Post a Comment for "Review Film Gara-Gara Warisan, Udah Nonton?"