Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Curhat Soal Sindrom Alexithymia. Apa Jadinya Jika Kamu Tak Punya Emosi?

Pernah dengar soal Sindrom Alexithymia? Kalau belum, teman curhat perlu tahu nih soal sindrom satu ini. Sindrom yang menyebabkan penyintasnya tidak memiliki emosi alias ya datar-datar aja ketika ada berita buruk bahkan kabar duka kerabatnya sekalipun.

sindrom alexithymia

Almond, Anak yang Terlahir dengan Sindrom Alexithymia

Saya juga baru mendengar sindrom ini setelah menamatkan bacaan novel Almond yang sempat ramai dibicarakan para pencinta buku. Terlebih teman-teman yang memiliki ketertarikan pada hal-hal yang berbau kesehatan mental.

Bersyukur sekali rasanya saya dari waktu ke waktu orang sudah mulai aware dengan kesehatan mental dan isu-isu sosial lainnya. Mereka jadi lebih menghargai dan terbuka soal ini. Yang dulunya sakit mental dianggap sakit jiwa yang harus diam dan tinggal di Rumah Sakit Jiwa atau diasingkan, kini tidak lagi.

Stigma negatif itu perlahan memudar seiring berjalannya waktu. Termasuk juga karena banyaknya campaign soal kesehatan mental ini. 

Dalam Novel Almond menyiratkan sebuah rasa syukur seorang Ibu yang berhasil melahirkan anaknya ke dunia ini, meski penuh kekurangan. Sebagai orangtua, masih banyak lho kita temui orangtua lain yang belum mampu menerima kondisi anaknya.

Berbagai macam berita yang pernah saya baca ketika sang anak terlahir sebagai anak spesial, ada yang dipasung, diasingkan, bahkan tidak mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya secara layak. Sedih kan?

Ternyata kondisi stigma negatif pada anak-anak spesial seperti ini tidak hanya di Indonesia. Korea Selatan juga mengalami krisis empati yang sama, atau bahkan lebih parah? Entah sudah ada berapa kasus bullying di Indonesia, atau bahkan di dunia yang menimpa anak-anak kita. 

Dalam novel Almond, kita akan diberi harapan. Harapan pada orang-orang yang percaya bahwa hati dapat mengendalikan kepala. Tak peduli separah apapun kerusakan dalam kepala kita.

Kisah dalam Novel Almond

novel almond

"Ajeossi.."

" Iya," jawab ajeossi sambil membalikkan wajahnya.

"Ada orang yang pingsan di depan gang," ucapku.

Lalu ia menjawa, "Oh, begitu?" dengan pose yang cuek, lalu kembali menonton TV.

"Mungkin saja dia sudah mati."

Aku terus memegang karamel yang dipajang rapi di atas meja toko.

"Oh, iya?"

"Iya."

Barulah pandangan ajeossi tertuju padaku.

"Kau ini, kenapa gaya bicaramu begitu tenang? Kau tidak boleh membohongiku!"

Selama beberapa saat aku berpikir dengan keras untuk merayu ajeossi. Namun, anak kecil sepertiku ini tidak punya banyak kosakata dan aku tidak bisa menemukan kata yang lebih meyakinkan daripada yang sudah kubilang tadi.

"Mungkin dia sudah mati."

Hanya kalimat itu yang bisa terus kukatakan.

Ajeossi melapor polisi sambil menunggu tayangan di TV selesai dan aku terus memegang karamel. Paman itu menyuruhku untuk pergi kalau tidak ingin membeli rotinya. Sambil menunggu polisi datang ke tempat kejadian, aku terus memikirkan anak yang terbaring di tanah yang dingin itu. Anak itu sudah mengembuskan napas terakhirnya.

Masalahnya, anak itu tidak lain adalah anak laki-laki ajeossi tadi. 

Cuplikan salah satu kejadian di atas terjadi di bab awal, ketika saya baru menyadari secara real bagaimana bahayanya Alexithymia ini. Bagaimana rasanya menjadi manusia yang tidak bisa menangis? Bagaimana rasanya menjadi manusia yang tidak bisa menunjukkan rasa empati dan bahagia?

Tentu orang yang tidak mengetahui hal ini akan mengatakan bahwa anak tersebut tidak memiliki empati. Anak berhati monster, dan berbagai macam julukan lain. Padahal, tidak ada yang menyukainya dia terlahir dalam keadaan demikian. Bahkan dirinya sendiri.

Ia ingin bisa tertawa, sedih dan merasakan betapa sakitnya kehilangan orang-orang yang dicintai. Namun apalah daya, ia tak bisa berbuat apa-apa. Tokoh utama yang bernama Yoon Jae ini menjadi yatim piatu di usia yang belia. Kejadian buruk yang menimpa ibu dan neneknya pun tak membuat ia menangis, bahkan kehilangan. 

Ia hanya merasa ibu dan ayahnya sudah mati, juga nenek kesayangannya, dan hidupnya terus berlanjut. Itu saja.

Siapa sangka tokoh utama penyintas Alexithymia ini pelan-pelan bisa mengubah apa yang selama ini ditudingkan orang-orang padanya, seorang monster. Ia bertemu dengan orang yang benar-benar memahami dan ingin membuatnya merasakan rasa sakit. 

Penting menghadapi sindrom ini karena jika kita tidak membuka atas sindrom yang benar-benar ada seperti ini, selamanya kita akan berada dalam kotak kecil. Menjadi monster sebagaimana yang orang-orang tuduhkan pada penyintas sindrom Alexithymia. Bukankah kita lebih monster ketimbang anak-anak itu, jika tidak mau tahu dengan sindrom ini?

Penting juga bagi Yoon Jae untuk tahu bahwa dirinya adalah anak spesial. Maka ia bisa mengantisipasi langkah-langkah apa yang harus dilakukannya ketika bergaul di dalam masyarakat.

Untuk menangani sindrom yang terjadi pada dirinya, Yoon Jae menulis segala hal tentang ekspresi orang-orang di sekitarnya. Bagaimana jika orang merasa bahagia, berapa derajat bibirnya melengkung. Ia juga mencatat, apa yang harus dilakukan ketika ada kabar buruk.

Meskipun secara alami dia tidak bisa melakukan itu semua, namun perlahan seorang sahabat membantunya untuk keluar dari masalahnya tersebut. Bagaimana akhirnya, teman curhat bisa baca buku Almond untuk selengkapnya ya. 

Tentang Alexithymia

Merujuk pada penjelasan para ahli dalam laman SehatQ, disebutkan bahwa Alexithymia adalah kondisi seseorang yang membuatnya sulit untuk memahami emosi, mengidentifikasi emosi, atau  mengungkapkan emosi.

Ternyata istilah ini sudah diperkenalkan sejak awal tahun 1972 oleh seorang profesor dan ahli kejiwaan dari Harvard Medical School, meminjam istilah dari bahasa Yunani yang secara harfiah berarti “tidak ada kata-kata untuk emosi”.

Alexithymia bukanlah nama sebuah gangguan kejiwaan. Namun, kondisi ini bisa dialami oleh pasien yang mengalami berbagai gangguan mental. Diperkirakan bahwa kondisi alexithymia dialami oleh 1 dari 10 orang. 

Sebagai kondisi yang berkaitan dengan emosi diri, ada beberapa gejala yang akan ditunjukkan oleh seseorang dengan alexithymia, misalnya:

  • Sulit memahami perasaan dan emosi
  • Sulit mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan kepada orang lain
  • Sulit menanggapi emosi orang lain
  • Memiliki kemampuan yang terbatas dalam berfantasi dan berimajinasi
  • Memiliki gaya berpikir yang logis, kaku, serta tidak memperhitungkan emosi
  • Memiliki kemampuan strategi coping yang buruk saat menghadapi stres
  • Kurang mampu memerhatikan kepentingan atau kebutuhan orang lain
  • Memiliki kepribadian yang kaku dan sulit bercanda

Bagaimana penanganannya?

Hingga saat ini, tidak ada penanganan yang dikhususkan untuk alexithymia. Penanganan yang  diberikan dokter tergantung kebutuhan pasien secara keseluruhan atau kondisi lain yang mengiringi alexithymia.

Misalnya, apabila kondisi ini terjadi pada orang yang mengalami depresi, pasien akan diberikan obat-obatan antidepresan. Selain itu terapi juga bisa membantu seseorang yang mengalami alexithymia untuk melatih kesehatan emosinya. Beberapa jenis terapi yang bisa diberikan misalnya terapi perilaku kognitif, terapi berkelompok, dan psikoterapi atau terapi bercerita.

Yang Diajarkan Almond untuk Kita

Almond mengajarkan pada kita semua bahwa setiap anak-anak lahir dalam kondisi suci, bersih, bagai kertas putih kosong. Namun kita tahu ada anak-anak yang tumbuh dalam kesulitan.

Ada anak-anak yang membanggakan diri sejak usia berapa mereka melakukan tindakan pencurian. Sejak kapan mereka bermain dengan perempuan, dan atas sebab apa mereka ditahan dalam Balai Penahanan Remaja. 

Siapapun harus memiliki nyali agar bisa diakui oleh kelompok-kelompok seperti ini dalam pergaulan remaja. Kadang kita menganggap remaja nakal karena memang dia nakal, dan selamanya akan menjadi anak nakal.

Padahal, ia hanya perlu dirangkul, didengarkan, menerima seluruh eskpresinya, serta percaya padanya. Seperti apa yang dilakukan YoonJae dalam Novel Almond pada Gon, dan juga Gon pada YoonJae.

Biasanya orang-orang tidak peduli atas kemalangan orang lain dengan alasan terlalu jauh. Namun mereka juga tidak melakukan hal apapun atas kemalangan yang terjadi di hadapan mereka dengan alasan rasa takut yang begitu besar. Kebanyakan orang tidak melakukan apa pun ketika merasakannya dan dengan mudah melupakan rasa simpatinya. (Almond, halaman 207)

 

#RCO9 #OneDayOnePost #ReadingChallengeODOP9

Han
Han Lebih suka dipanggil Han ketimbang Lohan. Menikmati sebagai penuntut ilmu sejati. Blogger cupu yang punya mimpi seperti bos kapanlagi

7 comments for "Curhat Soal Sindrom Alexithymia. Apa Jadinya Jika Kamu Tak Punya Emosi?"

  1. Sydrom ini kebalikan dari intermittent Explosive Disorder, ya? Ah, membaca kisah Almond rasanya pingin nangis. .

    ReplyDelete
  2. Wah aku pengen baca bukunya Mbak, sepertinya menarik. Baru pertama aku dengar sindrom begini

    ReplyDelete
  3. Novel Almond ini lagi banyak banget dibicarakan ya, karena ceritanya memang unik, jika tema cerita perkembangan mental yang biasanya diangkat tentang emosi yang berlebih, ini malah tak ber-emosi sama sekali. Daebak

    ReplyDelete
  4. Mauu baca mbak, ini novel mana ya? Aku suka baca novel ataupun nonton film/drama yang membahas isu mental illness gitu.

    ReplyDelete
  5. ini semacam Mang Tae yg di its oke not to be oke bukan ya?

    ReplyDelete
  6. Eh, aku baru tau tentang alexithymia :' mau ku pelajari sedikit ah.

    Btw, novel almond kayaknya bagus itu ya :D

    ReplyDelete
  7. Mungkin salah satu sebab mengapa sindrom ini berkembang adalah tren candaan yang melebihi batas wajar. Contoh menghina fisik orang lain, dan orang yang dihina diwajibkan untuk menerima dan tertawa bersama. Jadinya emosi yang seharusnya marah yang datang dari yang dihina ataupun emosi sedih karena menghina orang, malah hilang perlahan-lahan

    ReplyDelete